Kaidah Pantun: Warisan Budaya Tak Benda yang Sarat Makna


KBMN 30 PGRI - Malam ini telah memasuki pertemuan yang ke-13.

Tema pembelajaran malam hari ini mengenai Kaidah Pantun yang akan dipandu oleh moderator Helwiyah, S.Pd., M. Pd.


Nara Sumber kita, ahli pantun, yang telah banyak memperoleh penghargaan dalam dan luar negeri, yaitu: Miftahul Hadi, S. Pd. 

Ternyata beliau adalah Guru Penggerak Angkatan 5.


Pantun merupakan salah satu warisan budaya bangsa yang sudah tak asing lagi bagi kita.


Banjir kanal jembatan patah,

Jatuh ke semak di pinggir kali.

Salam kenal saya Mas Miftah,

Dari Demak berjuluk kota wali.


Asal Mula Pantun 

Dikutip dari Suseno (2006), di Tapanuli pantun dikenal dengan istilah ende-ende ende-ende,


contoh:

Molo mandurung ho dipabu

Tampul si mardulang-dulang

Molo mulungan ho diahu

Tatap siru mondang bulan


Artinya:

Jika tuan mencari paku

Petiklah daun si dulang-dulang

Jika tuan rindukan daku

Pandanglah sang bulan purnama


Di tanah Sunda, istilah pantun dikenal dengan nama paparikan.


Contoh:

Sing getol nginam jajamu,

Ambeh jadi kuat urat,

Sing getol naengan elmu,

Gunana dunya akhirat.


Artinya:

Rajinlah minum jamu,

Agar kuatlah urat,

Rajinlah menuntut ilmu,

Berguna bagi dunia akhirat.


Sedangkan pada masyarakat Jawa, pantun dikenal dengan sebutan parikan.


Contoh:

Kabeh-kabeh gelung konde,

Kang endi kang gelung Jawa,

Kabeh-kabeh ana kang duwe,

Kang endi sing durung ana.


Artinya:

Semua bergelung konde,

Manakah yang gelung Jawa,

Semua telah ada yang punya,

Mana yang belum dipunya.


Sejarah Pantun

Pantun ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda secara nasional pada tahun 2014.


Pada tanggal 17 Desember 2020 UNESCO menetapkan pantun sebagai warisan budaya tak benda pada sesi ke 15 intergovernmental comittee for the safeguarding of the intangible cultural heritage.


Sebagai warisan budaya tak benda bangsa kita, pantun harus dikaji, dan ditulis agar pantun tetap lestari.


Definisi Pantun

Pantun menurut Renward Branstetter (Suseno, 2006; Setyadiharja, 2018; Setyadiharja, 2020) berasal dari kata “Pan” yang merujuk pada sifat sopan dan kata “Tun” yang merujuk pada sifat santun. 


Kata“Tun” dapat diartikan juga sebagai pepatah dan peribahasa (Hussain, 2019).


Berbeda dengan pendapat Mu'jiah (2019) yang menyatakan bahwa pantun Pantun berasal dari akar kata“TUN” yang bermakna“baris” atau“deret”. 


Asal kata Pantun dalam masyarakat Melayu-Minangkabau diartikan sebagai “Panutun”, oleh masyarakat Riau disebut dengan “Tunjuk Ajar” yang berkaitan dengan etika.


Pantun termasuk puisi lama yang terdiri dari empat baris atau rangkap, dua baris pertama disebut dengan pembayang atau sampiran, dan dua baris kedua disebut dengan maksud atau isi (Yunos, 1966; Bakar 2020).


Ternyata dari asal katanya saja tidak sembarangan. Pantun penuh etika dan sopan santun.


Peranan dan Fungsi Pantun

1. Pantun digunakan dalam sambutan pidato, menyatakan perasaan, lirik lagu, perkenalan maupun berceramah/dakwah.

2. Sebagai alat pemelihara bahasa dalam menjaga fungsi kata dan kemampuan alur berpikir.

3. Melatih seseorang berpikir tentang makna kata sebelum berujar.

4. Dapat menunjukkan kecepatan berpikir dan bermain kata.

5. Alat penguat penyampaian pesan


Karakteristik Pantun

Pertama, Satu bait terdiri atas empat baris

Kedua, Satu baris terdiri atas empat sampai lima kata

Ketiga, Satu baris terdiri atas delapan sampai dua belas suku kata

Keempat, Bersajak a-b-a-b

Kelima, Baris pertama dan kedua disebut sampiran atau pembayang

Keenam, Baris ketiga dan keempat disebut isi atau maksud pantun

Contoh Pantun:

Memotong rebung pokok kuini,

Menanam talas akar seruntun,

Mari bergabung di malam ini,

Dalam kelas menulis pantun.


Mari kita kupas satu-persatu bagian pantun diatas:


1. Pantun terdiri atas empat baris.

2. Baris pertama terdiri atas empat kata,

3. Baris kedua terdiri atas empat kata,

4. Baris ketiga terdiri atas empat kata,

5. Baris keempat terdiri atas empat kata.

6. Baris pertama terdiri atas sepuluh suku kata,

7. Baris kedua terdiri atas sepuluh suku kata,

8. Baris ketiga terdiri atas sepuluh suku kata,

9. Baris keempat terdiri atas sepuluh suku kata

10.Baris pertama berakhiran kata ni,

11. Baris kedua berakhiran kata tun,

12. Baris ketiga berakhiran kata ni,

13. Baris keempat berakhiran kata tun.


Pantun memiliki sajak a-b-a-b, antara sampiran dan isi tidak memiliki hubungan sebab akibat.


syair memiliki sajak a-a-a-a serta keempat barisnya saling berhubungan.


Gurindam terdiri dari dua baris yang bersajak a-a, baris pertama dan kedua merupakan sebab akibat yang memiliki keterikatan.


Contoh Pantun:

Memotong rebung pokok kuini,

Menanam talas akar seruntun,

Mari bergabung di malam ini,

Dalam kelas menulis pantun.


Contoh Syair:

Ke sekolah janganlah malas

Belajar rajin di dalam kelas

Jaga sikap janganlah culas

Agar hati tak jadi keras


Pada syair tersebut keempat barisnya bersajak -as, dan keempat barisnya saling berhubungan.


Contoh Gurindam:

Jika selalu berdoa berdzikir

Ringan melangkah jernih berpikir


Tips mudah membuat pantun

Berikut tips yang diberikan oleh narasumber agar mudah membuat pantun.


1. Kenali dan pahami ciri-ciri pantun

2. Kuasai perbendaharaan kata, agar mudah dalam membuat rima.

3. Tulis baris ketiga dan keempat terlebih dahulu.


Jika kita kesulitan dalam mencari rima, kita dapat browsing melalui kuncitts.com


Biji selasih jangan dimakan,

Batang tebu akar seruntun,

Terimakasih saya ucapkan,

Bapak ibu kelas kaidah pantun.


Pergi berkelah menjaja katun,

Saudagar Arab di tengah pekan,

Segala madah telah disusun,

Salah dan khilaf mohon dimaafkan.


Semoga pantun sebagai budaya bangsa dapat terus lestari di Ibu Pertiwi.

Salam sukses KBMN 30 PGRI.***



Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cover Buku yang Menarik: Daya Tarik Tersendiri Terhadap Sebuah Buku

Kolaborasi Materi Pilihan Bagi Penulis: ChatGPT, Anatomi Buku dan Portal Media Online, Yuk! Simak Ulasannya